PERPU PERSAINGAN, MONOPOLI,
DAN EKONOMI ISLAM
Dalam ekonomi konvensional, praktek
monopoli biasanya dikecam sebagai bentuk persaingan yang tidak sehat. Di
Amerika Serikat, misalnya, sejak 1890 telah diberlakukan Sherman Act yang
menyatakan setiap usaha monopoli atau usaha megontrol perdagangan adalah
ilegal. Kemudian diikuti oleh Federal Trade Commission Act dan Claytion
Act (1914), Robinson-Patman Act (1936),
Celler-Kefauver (1950), Hart-Scott-Rodino (1976), dan seterusnya.
Meskipun demikian, toh AS memberikan
pengecualian untuk beberapa jenis industri seperti pertanian dan perikanan,
serikat buruh, asosiasi ekspor, radio dan televisi, transportsi, lembaga
keuangan, dan basebal. Sikap mendua ini tidak aneh karena dalam teori
konvensional juga dikenal monopolis, yang dibenarkan, misalnya natural
monopoly seperti PLTA yang memerlukan investasi sangat besar . Karena itu
sektor ini perlu dilindungi dari masuknya pesaing baru.
Dalam ekonomi Isalm tidak dikenal
sikap mendua itu. Siapapun boleh berbisnis tanpa peduli apakah dia satu-satunya
penjual (monopoli) atau ada penjual lain.
Jadi, monopoli sah-sah saja. Namun,
siapa pun dia tidak boleh melakukan ikhtikar, yaitu mengambil keuntungan diatas
keuntungan normal dengan cara menjual lebih sedikit barang untuk harga yang
lebih tinggi atau istilah ekonominya monopolistic rent. Inilah indahnya
Islam : monopoli boleh, monopolistic rent tidak boleh. Bersumber dari
Said bin Musayyab dari Ma'mar bin Abdullah Al-Adawi bahwa Rosulullah s.a.w.
bersabda : " tidaklah orang yang melakukan ikhtikar itu kecuali ia
berdosa " (HR. Muslim, Ahmad, Abu Dawud)
Berlainan dengan teori ekonomi
konvensional, ketika monopoli menentukan harga pada saat biaya marginal sama
dengan pendapatan marginal (MC=MR) ini berarti ia akan menjual lebih sedikit
barang karena tidak ada penjual lain dengan harga yang lebih tinggi. Keuntungan
berlebihan ini dapat digunakan untuk menghalangi pesaing baru, misalnya
berkolusi dengan pemberi izin usaha atau pembuat aturan atau menciptakan
halangan lain yang bersifat teknis bisnis. Bukan mustahil kalangan bisnis
tertentu yang menekan pemerintahan
Amerika dalam menentukan ketujuh industri yang dikecualikan di AS itu.
Dalam ekonomi Islam, orang yang
memonopoli menentukan harga saat biaya marginal sama dengan pendapatan
rata-rata (MC=AR) atau lebih lazim dikenal pada saat penawaran sama dengan
permintaan. Lihatlah misalnya hadits dari Abu Huairah bahwa Rasulullah bersabda
: " Barangsiapa yang melakukan ikhtikar untuk merusak harga pasar
sehingga harga naik secara tajam maka ia berdosa " (HR Ibnu Majah,
Ahamad).
Lebih jauh lagi, karena Islam
membolehkan siapapun memasuki bisnis apa saja yang halal, maka tidak dikenal
adanya halangan masuk bagi pesaing baru. Dengan masuknya pesaing-pesaing baru,
penawaran akan semakin banyak sehingga si penjual tidak lagi menentukaan harga
pada saat biaya marginal sama dengan pendapatan rat-rata (ATC=AR). Artinya, ia
akan tetap menjual selama biaya yang dikeluarkannya akan ditutup oleh
pendapatannya.
Jelaslah, Islam menghargai hak penjual
dan pembeli untuk menentukan harga sekaligus melindingi hak keduanya atau
istilah fikihnya " haqqal ghair muhafazdun 'alaihi syar'an ".
Inilah yang kita harapkan dari perpu persaingan, hak seseorang untuk berbisnis
dibuka lebar tanpa terlalu banyak campur tangan pemerintah sekaligus melindungi
hak orang lain. Dengan demikian pemerintah berfungsi " tasarruf al-imam
'ala arra'iyah manutun bi al-maslaha " (selalu mengacu pada
kemaslahatan orang banyak) tanpa harus bersikap mendua.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar